Catatan ini saya tujukan buat rekan-rekan yang sudah memasuki masa-masa pasca wisuda. Tulisan ini hanya sekedar catatan intropeksi ketika melihat gegap gempita kampus yang ternyata ada sisi melenakan.
Kehidupan kampus saya bilang “Nyaman”, kenapa karena didalamnya ada kebebasan untuk berpendapat, berekspresi, beraktualisasi, berinteraksi, dan menawarkan zona nyaman yang saya sebut sebagai “dunia sendiri”. Bagi siapa, tentu saja bagi rekan-rekan mahasiswa. Ilustrasinya, pernahkah rekan semua merasakan nyamannya di Lab main game memanfaatkan internet sebanyak-banyaknya, mungkin bisa tidur disana, dan lainnya. semua bisa dilakukan atas nama kuliah, praktikum dan mengerjakan tugas akhir.
Semakin nyamannya, mahasiswa yang sudah berwisuda pun masih tertaut dengan kehidupan kampus dengan alasan mencari lowongan di internet, memanfaatkan akses yang masih jalan dan kesempatan diskusi dengan mantan dosen pembimbing dan lainnya. Apakah ini salah, tentu saja tidak…sah-sah saja dilakukan. Bagaimanapun status mahasiswa di KTP memberikan privileges banyak dari akses ke perpustakaan, lab, sewa CD, sewa console game, dan sejenisnya.
Ada sebenarnya yang nyaman dengan seperti itu, tapi dijalani dengan produktif. Misalnya melanjutkan mengerjakan analisis atau eksperimen tambahan skripsi or thesisnya untuk jadi publikasi ilmiah. Ini adalah langkah nyaman produktif yang baik menurut saya. Dosen akan senang dan mahasiswa juga akan merasakan next level memasuki masa post-mahasiswa.
Meski demikian langkah produktif ini harus di rencanakan untuk menuju ke langkah misalnya studi lanjut ke S2 baik didalam maupun diluar negeri.
nah, ada langkah yang perlu diwaspadai dan berpontensi menjadi masalah jika terlalu nyaman di zona ini. Berlama-lama di kampus setelah wisuda akan minimal punya obstasles sebagai berikut:
- Menjadikan kampus sebagai tempat paling safe didunia, sehingga kita merasa perlu ke kampus u berlindung dari pertanyaan kapan kerja, gaji berapa, akan menikah dengan siapa, dan sejenisnya.
- Menjadikan kampus sebagai tempat semua ilmu, baik untuk menguasai negara api, negara air, angin dan tanah. faktanya kampus itu hanya sebatas wilayah saja, ilmu ada di lautan, daratan dan langit serta luar angkasa.
- Menjadikan kampus sebagai tenpat terbaik untuk selfie, instagram update dan terlihat keren dikampus di facebook. padahal begitu lepas dari mahasiswa ini kesempatan bagus untuk mencoba arung jeram di niagara, berenang di segitiga bermuda, main flying fox di tembok china, dan main need for speed riel di norwegia.
- menjadikan kampus sebagai tempat mencari koneksi gratis dan lancar, padahal sebenatr lagi akun mahasiswa yang di nonaktifkan, terpaksa pinjam koneksi orang lain, dan sebenarnya kita ke public space seperti JDV, mall , etc kita bisa dapat koneksi yang jauh lebih menjanjikan.
- menjadikan kampus sebagai cagar budaya, maksudnya kita takjub dengan bangunannnya, dosen didalamnya dan sejenisnya, padahal diluar sana ada cagar budaya yang lebih keren, dosen luar yang lebih terbuka dan orang-orang lain yang lebih dipercaya.
Inti dari tulisan ini sebenarnya mengejak rekan-rekan mahasiswa semua segera berjalanlah begitu wisuda. jangan nengok kembali ke kampus kecuali untuk ambil transkip dan ijazah legalisir, Bulatkan tekat dan tatap peluang kerja, studi lanjut dan bergabung dengan sesuatu ada diluar sana. begitua rekan sekalian masuk ke area di luar kampus, rekan semua akan benar-benar jadi ikan pesut yang dilautan (koreksi kalau ternyata ikan pesut ikan air tawar ya).
Belajar survive, berenang untuk dapat bersandar, menghidupi diri sendiri dan lebih penting merangkai masa depan yang lebih baik. sudah banyak contoh nyata, hasil-hasil yang lebih baik dari para dosennya… Jadi seperti filosofi laksanama cheng Ho, begitu sampai pantai segera bakar kapalnya, agar tidak ada pikiran untuk kembali… just move like a wave!
sumber gambar : https://hellosehat.com/hidup-sehat/latihan-fisik-sebelum-mendaki-gunung/