sumber : Koran Jakarta
Foto : Sumber: Mardhani Riasetiawan, Pengajar di Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika, UGM
JAKARTA – Saat ini Indonesia menjadi salah satu dari sekian negara yang menjadi tujuan investasi, terutama pada area teknologi digital. Ini terjadi karena dengan demografi besar dan generasi digital (digital native) yang berkembang pesat menjadikan Indonesia sebagai salah satu pasar gemuk.
Untuk itu, agar tidak tertinggal dengan negara-negara lain, Indonesia mesti mengembangkan bakat digital (digital talents) agar terbangun sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang mampu menciptakan produk berdaya saing tinggi.
“Modal digital talents bukan hanya siap, tapi berani head-to head dengan talent dari luar negeri. Artinya, usaha keras membangun digital talent tidak hanya sekadar membuat pelatihan dan workshop, tetapi lebih dari itu, harus menciptakan ekosistem yang kondusif, kolaboratif, dan membebaskan dari lock-in dari sisi vendor, kepentingan bisnis monopoli, dan lainnya,” kata peneliti dan pengajar di Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika, FMIPA UGM Yogyakarta, Mardhani Riasetiawan, kepada Koran Jakarta, Senin (27/1).
Hal itu disampaikan Mardhani menanggapi sejumlah kalangan tentang peningkatan kualitas SDM dan produksi industri nasional sangat menentukan minat investasi perusahaan multinasional di Indonesia (Koran Jakarta edisi Senin, 27/1/2020). Hal itu termasuk rencana raksasa teknologi Amerika Serikat (AS), Amazon Web Services Inc atau AWS, untuk berinvestasi di sektor manufaktur dan Industri Kecil dan Menengah (IKM) Indonesia.
Menurut Mardhani, digital talents harus dibuat dan dikembangkan secara terstruktur, dengan membuat edukasi pada level dasar, menengah, atas, perguruan tinggi yang memiliki muatan STEM (science, technology, engineering, dan mathematics) dan HASS (humanitary, arts, dan social science).
“Kembangkan model ekosistem dengan berbasis projek dan memperkuat riset di perguruan tinggi yang tidak terkekang oleh jumlah dan rating publikasi, tapi lebih impactfull (kemanfaatan) kepada masyarakat,” paparnya.
Mardhani mengatakan investasi teknologi dari perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat diketahui dapat berupa beberapa cara, dari investasi ke perusahaan rintisan (startup) Indonesia yang memiliki user traction pesat semacam Gojek, Tokopedia, Bukalapak, dan sejenisnya. Kemudian, ada investasi akselerasi bisnis dan teknologi melalui inkubasi-inkubasi.
“Dan juga yang tidak kalah gencar, investasi binis murni dari pelebaran usaha atau bisnis raksasa teknologi ke Indonesia, seperti yang akan dikerjakan Amazon, Google, dan lainnya,” ujar Mardhani.
Tetap Ada Tantangan
Menurut Mardhani, Indonesia mesti siap menyambut kedatangan investasi teknologi untuk kepentingan nasional yang lebih besar. Untuk itu, Indonesia mesti mempunyai strategi memanfaatkan kedatangan investasi teknologi itu (lihat infografis). “Sebab, mau tidak mau, dalam waktu dekat, sedang, dan panjang, Indonesia akan tetap mendapatkan tantangan ini,” katanya.
Sementara itu, peneliti Indef, Mirah Midadan Fahmid, menilai kedatangan Amazon Web Services Inc atau AWS untuk berinvestasi di sektor manufaktur dan Industri Kecil dan Menengah (IKM) dapat digunakan untuk mengembangkan bisnis retail di Indonesia.
“Dengan membuka keran investasi luar negeri untuk UMKM akan berdampak positif terhadap perkembangan UMKM Indonesia karena mendapatkan akses pasar yang lebih luas dengan harapan diiringi peningkatan kualitas produk,” ungkapnya.
Mirah menambahkan, pemerintah mesti terlibat mengembangkan IKM dan UMKM untuk bersaing dalam pasar global. Kemudian, literasi ekonomi digital yang merata bagi pelaku IKM dan UMKM di tingkat perkotaan hingga perdesaan. “Literasi keuangan digital perlu disiapkan bagi pelaku IKM dan UMKM karena mereka seluruh bisnisnya akan online system based,” kata dia.
Sebelumnya pengamat ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengingatkan agar pemerintah tidak menyia-nyiakan rencana raksasa teknologi AS, AWS, untuk berinvestasi di sektor manufaktur dan IKM. YK/SB/ers/AR-2