Asyiknya Kerja Kerelawanan

Saya memulai aktivitas kerelawanan data melalui Respon COVID-19 Indonesia (covid19.gamabox.id) sejak 13 Maret 2020 yang lalu. Kegiatan ini saya inisiasi, bentuk, kemudian terus dijalankan hingga sekarang. Kegiatannya memfokuskan pada pengumpulan data dari sumber kredibel di lapangan dan sumber resmi pemerintah. Kemudian kita coba manage agar menjadi sekumpulan data yang bisa diolah multi point of view (dataset), serta disajikan dalam berbagai bentuk dashboard atau tampilan berbasis grafis dengan target mitigasi atau memperlihatkan kondisi saat ini yang bisa mengambarkan apa yang akan terjadi berikutnya. Kami membatasi tidak melakukan prediksi dan proyeksi agar lebih netral dan juga “jujur” apa adanya dari data yang ada.

Pada tulisan ini saya ingin fokus pada gerakan kerelawanan yang kami coba buat. Gerakan ini kita melibatkan rekan-rekan mahasiswa yang pada awalnya para mahasiswa yang memang mengambil matakuliah di berbagai Prodi yang saya ambil. Ada dari prodi ILKOM di DIKE FMIPA UGM, SPS UGM dan beberapa yang lain. Tetapi juga kemudian kita invite secara terbuka rekan lain baik mahasiswa, profesional dan umum yang memiliki kepedulian dan seirama pemikirannya. AKhirnya tidak kurang ada hampir 400 orang yang terlibat dalam gerakan ini. Pada awalnya kaget juga karena ternyata yang terlibat ada juga dari Belanda, Jerman, dan negara lain, meski orang Indonesia sendiri.

Pola diskusi, kerjasama dan kerja bersamanya pure kita lakukan dengan komunikasi whatsapp grup. tercatat ada grup whatsapp untuk kordinasi general, data scientist, data engineer, campaign, engineering. Diskusi yang terbentuk tidak ada model deadline tetapi lebih ke diskusi yang lebih menghasilkan kesepakatan dan kemudian ditindaklanjuti, hasilnya kita share dan kita distribusikan ke semua pihak, tidak lupa sosial media.

Ternyata pola kerja bareng ala relawan ini banyak mengubah mindset saya, meski saya sebagai dosen, mungkin dianggap punya ke khususan atau privileges tertentu, ketika kita bekerja sama di kerelawanan ini kita tanggalkan atribut dosen dan kampus besar ini. Saya dan anggota lainnya bertindak layaknya “pelayan” dan “melayani” untuk memudahkan pekerjaan lainnya. Seolah punya visi dan misi sama tanpa sering bertatap muka. Tidak ada kepentingan finansial, kepetingan reputasi atau lainnya. Bahkan kita tidak berfikir nanti jadi publikasi atau sejenisnya. Tidak ada klaim ini dibuat oleh kami di UGM saja, oleh Prodi tertentu sajam bahkan lainnya. Tidak juga yang menonjol hanya individu tertentu saja. Kadang satu sisi miris melihat bahkan di dalam kampus sendiri masih ada sentimen Prodi tertentu, Lab Riset saja, dan kelompok dosen saja, dan seterusnya untuk banyak hal dan urusan. Meski saya paham hal tsb adalah sesuatu yang sudah “membudaya” tapi sebenarnya jika tidak sesuai bisa kita ubah u kebaikan.

Simpel, yang kita ingin buat bisa berdampak dan digunakan. Salah satu yang membuat merindning ketika ada whatsapp tidak dikenal memberikan informasi kalau data kita akhirnya dipakai disatu daerah yang kritis. begitu kita share ke grup semua takjub dan merasakan impact kerja tidak tampakn ini begitu penting.

Mungkin impactnya bukan seperti inovasi mantap deteksi covid atau sejenisnya, bukan seperti mahakarya scientific, dan bukan pula produk yang terjual luas, dan terpublikasi luas. Tapi impact kecil seperti nyala lilin kecil di hutan belantara kalau istilah kami….

Saat ini adalah masa kerja bersama, kolaborasi, respect satu sama lain, inklusif dan berimpact baik.

Inilah contoh baik menurut kami, bahwa masih ada orang-orang yang berusaha untuk menjadi baik dan bergerak dengan jiwa relawan, tidak untuk terkenal atau didukung, tapi membuat legacy untuk generasi muda yang kami libatkan bersama.