Materi yang saya sampaikan pada matakuliah Lingkungan Bisnis dan Hukum Komersial pada Program Profesi Akuntasi FEB UGM pada 3 Maret 2020, dengan membahas topik specific transformasi digital.
Tugas bagi peserta matakuliah ini membuat artikel bebas mengenai transformasi digital bagi akuntan, dikumpulkan melalui email : mardhani@ugm.ac.id, masa tugas 1 minggu.
Kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dengan mengambil tema Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka, memberikan angina segar perubahan paradigma, pola dan pelaksanaan system Pendidikan di Indonesia. Tentu saja angina segar yang diharapkan akan membuat siswa/murid/mahasiswa, guru/dosen, orang tua, dan institusi Pendidikan semakin dimudahkan dan dinyamankan dengan pola manajemen dan akademik yang lebih baik.
Sudah
menjadi pengetahuan umum, system Pendidikan di Indonesia yang merupakan legasi
dari turun temurun, menjadikan salah satu sector yang tidak mudah untuk diajak
berlari kencang dan berubah menjadi lebih dinamis dan menuju ke ranah digital
yang menyeluruh. Penyebabnya bukan hanya
sisi administratif dan manajemen yang sangat kaku, manual dan penuh persyaratan
administratif. Pelakunya pun sulit diajak berlari kencang, karena struktur
organisasi yang sangat gemuk dan kaku.
Apakah arah
baru berupa “Merdeka Belajar” dan Kampus Merdeka” ini menjadi ampuh untuk
mengatasi ini?
Meskipun
ini diusung oleh seorang Menteri dari kalangan professional yang penuh dengan
lombatan ide dan gerakan gesit, tidak cukup mudah untuk menjadikannya berhasil
. Jika harus berproses tahap demi tahap, tidak terbayang butuh berapa lama
waktu evolusi untuk mewujudkannya, karena harus mentransformasi semua hal yang
terlibat dalam proses pembelajaran di negeri ini. Sumber daya manusia yang bisa
aktif menyambut dengan aksi-aksi out of the box, simplikasi procedural yang
akan memangkas birokrasi, dan suasana belajar menjadi ala working space yang bebas
dan lainnya. Tidak hanya di level Pendidikan dasar, menengah dan atas.
Perguruan tinggi pun cukup berat diajak berlari karena memang sudah terbentuk
rezim otoritas independent yang asyik dengan dunia kenyamanannya sendiri.
Tidak
bermaksud pesimis, tapi arah baru ini harus diakselerasi dengan strategi
transformasi digital yang kuat, baik yang sekaligus bisa diimplementasi di
semua jenjang Pendidikan, berlaku menyeluruh sebagai backbone Pendidikan dari
dasar ke tinggi, dan mencoba serta mendorong sebagai wadah creating people
value bukan sekedar ilmu pengetahuan. Beberapa langkah strategis yang
disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sudah cukup baik, tapi terkesan
masih akan sangat formal dan hanya menguntungkan beberapa pihak saja. Nah
bagaimana kemudian kita bisa mengakselesari keberhasilannya. Saya berpendapat
harus ada strategi transformasi digital untuk Pendidikan Indonesia. Ada
beberapa stretagi yang bisa dijalankan sebagai berikut:
Transparansi Kurikulum dan struktur
pembalajaran dasar, menengah, atas dan tinggi dengan visualisasi digital, yang
dapat diakses semua orang dan dilihat benang merahnya. Hal ini ditujukan agar
semua stakeholder Pendidikan memiliki peta jalan yang sama arah dan tujuannya.
Jika dari level dasar,menengah, atas dan tinggi sama “cerminnya” maka semua
orang akan punya musul Bersama dan kemudian memunculkan spirit untuk
menyelesaikannya secara Bersama-sama. Transformasi digital untuk strategi ini
adalah dengan mengintegrasikan kurikulum dna Pendidikan Indonesia dalam bentuk peta
digital Pendidikan Indonesia.
Metode pembelajaran, materi
pembelajaran, dan tools pembelajaran yang bisa aksesibel untuk semua jenjang
Pendidikan. Idenya adalah adanya sharing resources Pendidikan antar jenjang dan
antar institusi Pendidikan. Saling pinjam meminjam materi, tools dan pengajar
dilazimkan. Tidak perlu scecara fisik tapu bisa diakselerasi dengan digital.
Hal ini juga memungkinkan untuk pengajar dari professional. Transformasi
digitalnya melalui portal pembelajaran model youtube Pendidikan untuk
Indonesia.
Pengembangan materi pembelajaran
berkualitas dengan memberikan konten yang lebih kuat pada area science,
engineering, mathematic, humanitary, arts, social menjadi
matakuliah/matapelajaran sesuai jenjengnya dengan materi digital dan fisik yang
berkualitas. Semua pengajar/dosen memiliki potensi sebagai creator dan tinggal
diakseslerasi menjadi kekueantan knowledge secara besar. Bisa dibanyangkan 1
materi bisa saja disajikan lebihd ari 100 pengajar dengan perspektif yang
bermacam-macam
Aksesibilitas jalur Pendidikan yang
terbuka lebar. Pendidikan seharusnya mudah diakases oleh siapa saja dengan
kualifikasi tertentu. Kuota atau daya tamping seharusnya sudah menjadi isu
pembatas. Tetapi menjadi tantangan manajemen untuk menyediakan sarana dan prasarana
fisik sesuai daya tamping dan scalable untuk daya tamping pengguna digital yang
hamper unlimited. Membuka kelas virtual, open courseware dan sejenisnya menjadi
penting.
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Perguruan Tinggi dan sekolah yang berfikir digital menjadi penting.
Pekerjaan rumah paling berat adalah bagaimana mengajak semua instansi ini mau
connected baik system, data dan informasi yang dimiliki. Memiliki keinginan
untuk menyelesaikan masalah dengan analisis data, dan menyelesaikan permasalahan
dengan lebih komprehensif lintas jenjang dan sectoral.
Foto : Sumber: Mardhani Riasetiawan, Pengajar di Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika, UGM
JAKARTA – Saat ini Indonesia menjadi salah satu dari sekian negara yang menjadi tujuan investasi, terutama pada area teknologi digital. Ini terjadi karena dengan demografi besar dan generasi digital (digital native) yang berkembang pesat menjadikan Indonesia sebagai salah satu pasar gemuk.
Untuk itu, agar tidak tertinggal dengan negara-negara lain, Indonesia mesti mengembangkan bakat digital (digital talents) agar terbangun sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang mampu menciptakan produk berdaya saing tinggi.
“Modal digital talents bukan hanya siap, tapi berani head-to head dengan talent dari luar negeri. Artinya, usaha keras membangun digital talent tidak hanya sekadar membuat pelatihan dan workshop, tetapi lebih dari itu, harus menciptakan ekosistem yang kondusif, kolaboratif, dan membebaskan dari lock-in dari sisi vendor, kepentingan bisnis monopoli, dan lainnya,” kata peneliti dan pengajar di Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika, FMIPA UGM Yogyakarta, Mardhani Riasetiawan, kepada Koran Jakarta, Senin (27/1).
Hal itu disampaikan Mardhani menanggapi sejumlah kalangan tentang peningkatan kualitas SDM dan produksi industri nasional sangat menentukan minat investasi perusahaan multinasional di Indonesia (Koran Jakarta edisi Senin, 27/1/2020). Hal itu termasuk rencana raksasa teknologi Amerika Serikat (AS), Amazon Web Services Inc atau AWS, untuk berinvestasi di sektor manufaktur dan Industri Kecil dan Menengah (IKM) Indonesia.
Menurut Mardhani, digital talents harus dibuat dan dikembangkan secara terstruktur, dengan membuat edukasi pada level dasar, menengah, atas, perguruan tinggi yang memiliki muatan STEM (science, technology, engineering, dan mathematics) dan HASS (humanitary, arts, dan social science).
“Kembangkan model ekosistem dengan berbasis projek dan memperkuat riset di perguruan tinggi yang tidak terkekang oleh jumlah dan rating publikasi, tapi lebih impactfull (kemanfaatan) kepada masyarakat,” paparnya.
Mardhani mengatakan investasi teknologi dari perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat diketahui dapat berupa beberapa cara, dari investasi ke perusahaan rintisan (startup) Indonesia yang memiliki user traction pesat semacam Gojek, Tokopedia, Bukalapak, dan sejenisnya. Kemudian, ada investasi akselerasi bisnis dan teknologi melalui inkubasi-inkubasi.
“Dan juga yang tidak kalah gencar, investasi binis murni dari pelebaran usaha atau bisnis raksasa teknologi ke Indonesia, seperti yang akan dikerjakan Amazon, Google, dan lainnya,” ujar Mardhani.
Tetap Ada Tantangan
Menurut Mardhani, Indonesia mesti siap menyambut kedatangan investasi teknologi untuk kepentingan nasional yang lebih besar. Untuk itu, Indonesia mesti mempunyai strategi memanfaatkan kedatangan investasi teknologi itu (lihat infografis). “Sebab, mau tidak mau, dalam waktu dekat, sedang, dan panjang, Indonesia akan tetap mendapatkan tantangan ini,” katanya.
Sementara itu, peneliti Indef, Mirah Midadan Fahmid, menilai kedatangan Amazon Web Services Inc atau AWS untuk berinvestasi di sektor manufaktur dan Industri Kecil dan Menengah (IKM) dapat digunakan untuk mengembangkan bisnis retail di Indonesia.
“Dengan membuka keran investasi luar negeri untuk UMKM akan berdampak positif terhadap perkembangan UMKM Indonesia karena mendapatkan akses pasar yang lebih luas dengan harapan diiringi peningkatan kualitas produk,” ungkapnya.
Mirah menambahkan, pemerintah mesti terlibat mengembangkan IKM dan UMKM untuk bersaing dalam pasar global. Kemudian, literasi ekonomi digital yang merata bagi pelaku IKM dan UMKM di tingkat perkotaan hingga perdesaan. “Literasi keuangan digital perlu disiapkan bagi pelaku IKM dan UMKM karena mereka seluruh bisnisnya akan online system based,” kata dia.
Sebelumnya pengamat ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengingatkan agar pemerintah tidak menyia-nyiakan rencana raksasa teknologi AS, AWS, untuk berinvestasi di sektor manufaktur dan IKM. YK/SB/ers/AR-2
Perguruan Tinggi yang memiliki kemampuan sumber daya yang cukup baik infrastruktur, teknologi dan pendukung lainnya, seharusnya menjadi garda terdepan untuk selalu mendorong riset dan pengembangan, penggunaan dan implementasi teknologi karya-karya sendiri. Fenomena, dengan alasan efisiensi dan agar bisa fokus pada core businessnya, menurut saya debat-able. Pada titik awal memang pasti terasa banyak kemudahan, keribetan, dan tidak perlu mengurus hal-hal detail dari menyiapka lingkungan, teknologi sampai layanan. Tidak aneh saat ini banyak perguruan tinggi menggunakan official mesin email, repository keilmuan, dan lainnya menggunakan teknologi cloud.
Ketika memasuki era data memiliki nilai yang luar biasa, baru terasa adanya kebutuhan kepemilikan atas data secara menyeluruh. sisi lain, terasa sekali efeknya yang seharusnya menjadi technology inovator dan producer akhirnya hanya menjadi pengguna dan pengguna. Perlu langkah “radilal” dan pasti tidak enak, u meng-cut off dan berputar arah menjadikan produk sendiri sebagai platform teknologi. Jelek tidak apa, tapi dengan penggunaan yang masif dan komplain yang banyak akan menjadi feedback valuable u terus berkembang, dan bukan mustahil suatu saat menjadi disruptive technology bagi pemain-pemain teknologi yang selama ini mendominasi.
Menteri yang menaungi Perguruan Tinggi sudah membuktikan hal ini, saatnya ini menjadi salah satu “spirit” untuk berani melangkah kesana. Mendorong kapal besar seperti ini, perlu kenekatan dan tidak boleh berhenti. Bukan untuk mengatakan anti asing atau bukan, tapi mengembalikan jati diri pergurun tinggi yang memberikan pencerahan, pandangan dan arah RnD suatu negara, dan bukan menjadi “model” pengguna/konsumen.
Pendidikan pasti diyakini sebagai solusi untuk menyiapkan generasi maju di waktu dekat dan mendatang bagi suatu negara. Pendidikan menjadi proses yang ideal untuk membentuk pengetahuan, attitude dan kemampuan yang dapat menyiapkan setiap manusia dapat produktif, kreatif dan bisa mandiri di masa depan. Berikut ini adalah artikel berupa usulan ide, kegiatan yang telah dilakukan dan lainnya yang bersifat terbuka, yang diniatkan untuk di sumbangsih kan bagi negara Indonesia. Jika dirasa ide atau apapun dalam konten ini bisa digunakan oleh siapa saja, baik Pemerintah (kementerian misalnya) atau pihak-pihak lain bisa mengambil manfaatnya. Saya akan coba tuangkan ide untuk masing-masing sektor penting negara ini di setiap post-nya.
Saya memilih PENDIDIKANbukan karena mendapat porsi besar (anggaran) dari negara, bukan pula Menteri-nya yang muda dan sejenisnya. Alasan utamanya adalah saya meyakini pendidikan adalah LEGACY penting bangsa ini untuk masa depan. Mari to-the-point saja, bagaimana menata pendidikan Indonesia?
Ide#1. Pendidikan membutuhkan desain dan peta jalan yang komprehensif dan panjang. Dibuat tidak sekedar pada periode jabatan presiden misalnya, tapi dibuat sesuai siklus pendidikan itu sendiri. Jika asumsinya pendidikan formal dimulai dari SD sd perguruan tinggi, maka minimal peta jalan pendidikan ini dibuat untuk 6+3+3+4=16 tahun. Durasi 16 tahun sebagai siklus pendidikan harus dirancang dengan menentukan poin akhir yang dicapai. Banyak negara punya 2 poin yaitu pendidikan keilmuan (science) dan terapan (Vokasi) yang memilik produk akhir yaitu “ilmuwan” dan ahli terapan. Bagaimana di Indoneia? Menurut saya, 2 skema ini bisa menjadi track yang baik untuk Indonesia, mengingat existing kita sudah punya jalur formal dan vokasional yang lumayan kuat. Jika titik akhir sudah, maka diturunkan ke dalam milestone per waktu. Minimal ada 3 milestone sebelum jadi produt akhir. Selepas pendidikan dasar, selepas pendidikan menengah dan selepas pendidikan atas. Tiga milestone ini menjadi penting karena jadi potret proses pendidikan. Kelemahan saat ini, 3 milestone ini dilihat hanya sebatas ujian/skor.
Mari sedikit kita detailkan. Pendidikan Dasar didesain bagi siswa untuk mengenal lingkungan, keberagaman profesi, khasanah ilmu, memupuk kreatifitas dan kemandirian, dan ketertarikan yang tinggi. Pendidikan pada jenjang ini harusnya tidak terlalu banyak pressure dan beban. Konsepnya pengenalan dan membuka kapasitas otak anak didik yang masih fresh dan berkembang dengan sesuatu yang menarik di sekitar, dikaitkan dengan ilmu pengetahuan dankemanfaatannya di masa depan. Kurikulum perlu dibuat bukan dengan desain matapelajaran, tetapi interest based education. Pada jenjang ini juga belum ada pemisahan jalur science dan vokasional. Materi interest based lebih banyak memberikan pengetahuan dengan story telling dengan memperbanyak aspek Why dan How nya. Kemudian kegiatan pendukung berbasis exercise/praktikum sederhana untuk pembuktian dengan aktivitas ilmiah. Jika ini terus dilakukan dengan level kesulitan yang didesain dan disesuaikan dengan jenjang kelasnya, maka hasil pendidikan dasar ini akan menciptakan anak-anak yang terbuka terhadap hal baru dan ketertarikan yang dalam/serius untuk subject interestnya.
Pendidikan Menengah dibuat dengan desain menjadikan anak didik lebih mandiri, tahu dan belajar mengambil keputusan dan diberi tanggungjawab. Kurikulum didesain dengan subject based, dalam hal ini matapelajaran perlu dikenalkan, karena ada konten yang lebih dalam (scientific based) yang harus disampaikan. Anak didik akan diajak untuk melakukan pendekatan scientific dalam memformulasikan suatu masalah, membangun cara pemecahan sampai memilih metode yang tepat. kemudian anak didik akan mencoba mengimplementasikannya dalam kelas praktikum di lab atau masyarakat untuk melihat bagaimana hasil baik value dan risknya. Pada level ini sebenarnya anak didik dibuat lebih tahu akan impact yang dihasilkan dari suatu solusi yang dipilih. Pendidikan menengah mulai memberikan porsi pada vokasional tapi tidak dominan misalnya 20-30% dari porsi akademik.
Pendidikan Atas dibuat dengan desain menjadikan anak didik sudah mengenal benar karakteri, kebutuhan dan perkembangan di dunia luar. Kurikulum dibuat dengan 2 pendekatan, kuat pada ranah scientific dan kuat pada ranah vokasional dengan 2 jalur pendidikan yang berbeda dalam hal ini SMA dan SMK. Bedanya adalah, SMA dibuat dengan memperkuat aspek STEM (science, technical, engineering, dan mathematic). STEM ini bukan hanya untuk kelas IPA tapi kelas IPS pun dikenalkan. Outputnya anak didik akan menguasai logika dan bisa mencari jawaban dari pertanyaan imiah yang kemudian muncul. SMK dibuat expertice based, keahlian terkini yang dibutuhkan dikembangkan dalam kurikulum. Konten dibuat mendekati industri dan porsi trial eror dibuat lebih besar. Hasil pendidikan atas ini adalah menghasikan talent pra-kerja dala artian punya kemandirian untuk berusaha, mengembangkan ilmu pengetahuan dan keahlian teknis maupun sosial.
Pendidikan Tinggi dibuat dengan desain mencetak dan mewwadahi ecosystem kreatifitas. Kurikulum pendidikan tinggi seharusnya tidak sangat ketat seperti ini, kurikulum dibuat seperti “supermarket” terdapat pool-pool pengetahuan yang bisa dipilih mahasiswa sesuai kebutuhan “menu” keahlian yang dipelajari, Universitas dibuat fakultas-less, dalm artian mahasiswa bisa ambil pengetahuan dari fakultas mana saja. Kelulusan ditentukan dengan model capaian credit (mirip capstone), tidak harus menunggu antrian panjang kelulusan dan sejenisnya. Tugas akhir dibuat project based sesuai ide yang mereka ingin kembangkan, misalnya ide startup technologi, ide start up sosial atau yang lainnya.
Ide#2. Sistem Pendidikan Terbuka. Saya membayangkan ide #1 akan berjalan baik dengan membuat sistem pendidikan terbuka. Detailnya adalah
Ujian masuk di setiap jenjang hanya bersifat registrasi bukan seleksi. Model registrasi dibuat fleksibel, bukan zonasi atau bukan pula pemeringkatan. Model registrasi dibuat dengan menggunakan parameter kesesuaian profil calon anak didik. Ada mekanisme untuk mendapatkan profil peserta didik dengan baik dan detail, kemudian ada proses mematchkan antara profil kepribadian, bakat, demografi yang dapat merekomendasikan seorang anak didik untuk masuk kesekolah tertentu. Hal ini bisa dijadikan jadi basic untuk setiap jenjang
Sistem kelas pada jenjang pendidikan dasar, menengah dan atas dibuat dengan model bukan “naik kelas” tapi “naik level”. Bedanya adalah naik level ini berdasarkan kompetensi yang diperoleh anak didik pada setiap parameter aktivitas yang dibuat untuk setiap jenjang pendidikan. Guru bersifat menjadi reviewer dan bertanggungjawab mengarahkan pencapaiannya.
sistem semester pada perguruan tinggi juga diubah ke model credit accomplishement. mahasiswa tidak harus mengikuti semester per semester tapi terselesaikanya credit matakuliah tertentu langsung bisa mengambil berikutnya.
sistem evaluasi mengakomodasi skor profil pendidikan selama masa mengikuti proses pendidikan. Ujian bisa dilaksanakan sebagai salah satu komponen tapi tidak dominan bukan untuk kelulusan, tapi rekomendasi jenjang atau jalur yang bisa diambil oleh anak didik untuk jenjang berikutnya.
Ide#3. Sumber Daya Pendidikan Exchange. manajemen sumber daya pendidikan dalam hal ini tenaga pendidik (guru, dosen) dan tenaga kependidikan (staff) harus dikelola dengan cara yang berbeda. Baik pendidikan dasar, menengah dan atas, serta perguruan tinggi memilikli hak sama misalnya diajar oleh seorang profesor, doktor, master, sarjana dan praktisi. Idenya adalah ada model exchange, seorang profesor di perguruan tinggi ada kewajiban utama mengajar di perguruan tinggi, tetapi juga ada credit mengajar di jenjang bawahnya misalnya dalam 1 kota. Saya membayangkan di pendidikan dasar sudah disentuh tangan dingin profesor akan bagus sekali. sebaliknya, pergurun tinggi juga membuka diri untuk masuknya pengajar secara credit dr jenjang bawahnya, tentu dengan konteksnya masing-masing. Hal ini akan menciptakan benang merah yang tebal secara personal dan integratif melihat anak didik sebagai talent masa depan . Model Exchange ini bisa dilaksanakan juga antar lokasi untuk menciptakan pemerataan pendidikan baik kualitas dan impactnya. tentu saja dukungan terhadap pengembangan karir dan pengetahuan tenaga pengajar akan berkembang sejalannya program ini.
Ide#4. Pendidikan berbasis Inovasi dan Kreativitas. Sudah saatnya mengubah tampakmuka pendidikan dalam hal ini sekolah dan perguruan tinggi bukan sebagai kumpulan gedung menakutkan dan penuh dengan beban. Diubah menjadi playground untuk pendidikan dasar, menjadi interaction space bagi pendidikan menengah, creativity space untuk pendidikan atas, dan working space untuk pendidikan tinggi. Semua kata kuncinya tinggal dijabarkan dalam bentuk fasilitas, kegiatan dan penguatan komunitas/lingkungan yang kondusif untuk anak didik.
Ide#5. Pendidikan yang Berbudaya, Komunikatif dan Supportive. Pendidikan harus menjadikan peserta didiknya merasa nyaman dan didukung lingkungannya. Sudah saat nya antar jenjang pendidikan kemudian di “bentur”kan dalam bentuk bekerjasama anak didik, staff pendidik antar jenjang untuk menghasilkan produk-produk pendidikan yang baik, bisa buku ajar, media belajar dan lainnya. Sarana pendidikan yang baik dan cukup perlu dipikirkan. Paradigma menyelenggarakan sarana pendidikan dalam artian fisikal harus mulai sedikit diubah, sekolah bisa menyelenggarakan pendidikan “dimana saja” mau di kantor perusahaan tertentu, working space, di taman atau tempat lain diperbolehkan untuk mengenalkan lingkungan riel ke anak didik. Sistem absen diubah menjadi sistem partisipatif, dan mengungulkan pada aspek kejujuran. pendidikan karakter dikembangkan dengan kebudayaan yang tinggi mengangkat local wisdom daerahnya masing-masing, Tenaga pengajar harus kekinian, lebih banyak pengajar muda dan kombinasi senior untuk dekat dengan anak didik. Dokumentasi, pemberian reward dan punishment penting dilakukan untuk anak didik dan staff pengajar untuk memberikan suatu stimulus dukungan yang supportive.
5 Ide diatas merupakan bayangan saya tentang Pendidikan Masa Depan untuk Indonesia. semoga bermanfaat.
Kemarin, saya menangkap 3 moment yang menurut saya mengingatkan saya pada sesuatu… saya ceritakan dari moment pertama. Saya kebetulan ada kegiatan kuliah dalam bentuk pitching idea untuk matkul kewirausahaan untuk prodi di elektronika dan intrumentasi. kegiatan ini mengajak peserta matakuliah beraktivitas di dan dengan konsep co-working space, bertukar dan menajam ide untuk diangkat menjadi ide startup. Foto mahasiswa yang sedang berpresentasi dengan komputernya menunjukkan antusiasme mereka untuk berkontribusi menyelesaikan permasalahan masyarakat dengan ide atau solusi. Pada moment ini, saya menangkap mereka mempresentasikan banyak yang melebihi ekspektasi dan malah sangat inline dengan “pancingan ide” yang dilontarkan diawal. Mereke berani berinisiatif untuk mengutarakan ide dan menunjukkan performanya untuk menjawab permasalahan masyarakat dengan ide startup.
Moment kedua, ketika saya hendak balik ke fakultas untuk melanjutkan aktivitas sebagai pendidik. Disambut dengan jalan panjang aksi turun jalan mahasiswa dengan #gejayanmelawan. andrenalin saya langsung lompat ke tahun 98, ketika baru pertama kali menginjak kampus ini, langsung ospek pertama adalah turun ke jalan. sudah lama juga saya tidak melihat aksi mahasiswa dengan intelektualitasnya untuk melawan sesuatu yang tidak sesuai saat ini. saya sangat salut u aksi ini, menunjukkan mahasiswa idealis, pembela dan memilih jalan tidak familiar, bahkan “anehnya” tidak didukung oleh tempat mereka belajar (its oke, biasa saja…biarkan ketidakdukungan yg ada, kita bisa membedakan mana kawah candradimuka yang membuat gatotkaca atau hanya sekedar biasa saja). Tapi OK lah, itu biasa jalan aktivis memang tidak ada dukungan, tapi mendobrak kemapaman yang memenjarakan. sebagai pendapat pribadi, saya relakan mahasiswa yang dikelas saya u mengikuti aksi ini, karena ini penuh pembelajaran dan akan teringat sepanjang hayat.
Moment ketiga, ketika hendak pulang dari kampus, sholat di masjid, kemudian melihat para mahasiswa berjajar untuk seperti menyetorkan hapalan kitab sucinya dan dengan sabar saling mengkoreksi. Ah…sungguh siraman sejuk hanya melihatnya, masih ada pemuda yang hati dan hidupnya tertaut dengan masjid dan agama.
Tiga momen ini mewakili rasa bangga saya, dan percaya diri saya bahwa para mahasiswa ini sudah menunjukkan kualitasnya masing-masing. Ada yang punya profil petarung dengan solusi di dunia start up, berani berinisiatif, berani berbeda dan melakukan langkah nyata u masyarakatnya. Momen kedua, mahasiswa dengan jiwa petarung, idealis, punya prinsip, tidak tergiur dengan cycle kekuasan yang memapankan, dan membela hak-hak minoritas. Ketiga mahasiswa religius yang konsern dengan kualitas hidupnya.
saya pikir profil mahasiswa yang berani berinisiatif dan inovasi, berani beraksi nyata dan tidak populer, dan selalu tinggi religius dan penuh kearifan adalah profil-profil mahasiswa pada era idustri 4.0. UNtuk hal ini saya harus optimis kedepan, dgn modal para pemuda ini, Indonesia akan baik-baik saja dan berkemajuan.
terima kasih mahasiswa sudah menunjukkan hasil pembelajaran selama ini yang tidak sekedar memenuhi kantong pengetahuan semata, tapi membuat kerangka berfikir inovatif, kritis, berani dan religius….
Catatan. inilah pendapat pribadi berdasarkan idealisme dan pengalaman pribadi.
Pada hari Rabu, 11 September 2019 di Perpustakaan UGM, saya mendapat kesempatan untuk menyajikan materi kuliah umum mengenai “Memulai Usaha Rintisan Ketika Mahasiswa”. Topik ini menarik sekali, karena usaha rintisan sangat potensial terus untuk dikembangkan dan dijadikan backbone Indonesia yang Maju di waktu dekat dan mendatang. Saya menyampaikan mengenai membangun startup dengan berbasis ilmu pengetahuan.